Pengenalan
Bagi kalian yang pernah mondok di pesantren atau lagi mondok dipesantren atau nggak mondok tapi mengaji Alquran dengan pak kyai di desa, pasti kalian akan tertarik dengan ngaji kebangsaan kali ini.
Iya, ketiganya kebanyakan memakai sistem sorogan dalam mengaji, yaitu santri membaca kitab sedangkan guru atau kyai atau ustadz akan menyimak. Sudah mulai ingat dan paham?
Keberadaan ngaji sorogan diperkirakan sudah ada bahkan sebelum lembaga yang kita kenal dengan pesantren di kenal loh. Bahkan di zaman Rasulullah saw dikenal dengan istilah kuttab.
Budaya ngaji sorogan yang tidak hanya untuk belajar kitab kuning seperti di pesantren, namun juga dalam belajar Alquran menjadikan budaya ngaji sorogan masih bertahan di desa.
Penerapan konsep Ilqo’ baik guru membacakan atau tidak membacakan terlebih dahulu masih dilakukan oleh kiai-kiai di desa saat mengaji.
Ilqo’ adalah guru menyampaikan ilmu, Ilqa‟ merupakan isim mashdar dari fi‟il إلقاء يلقي ألقى yang artinya adalah menyampaikan.
Mungkin cukup itu pengenalannya, sekarang kita kembali ke pembahasan utama
Sorogan Sarat Makna Pancasila
Rasa Nasionalisme akan menumbuhkan sikap cinta tanah air yang didasarkan pada nilai-nilai pancasila, karena cinta tanah air adalah sebagian dari iman.
Tanpa kita sadari dari sistem ngaji sorogan mengandung nilai nilai pancasila.
Kok bisa ?
Karena setiap sila Pancasila merupakan intisari dari ajaran Islam
Yuk kita bahas satu persatu
Dalam sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang Maha Esa”
Terdapat hubungan antara manusia dengan Tuhan atau hablum minAllah. Dalam budaya ngaji sorogan kita dapat menemukan nilai keimanan, ketaatan, dan juga ibadah. Mengaji atau mencari ilmu merupakan suatu kewajiban dalam Islam dan juga merupakan suatu ibadah, ketika seseorang hendak mengaji atau mencari ilmu maka dia termasuk orang yang taat pada perintah Tuhan, mendapat nilai ibadah, dan juga merupakan bukti keimanannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu hubungan antar sesama manusia atau hablum minannas terurai dalam butir-butir Pancasila sila kedua sampai sila kelima.
Dalam sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
Merupakan pencerminan dari hablum minannas. Interaksi antara guru atau kyai dengan santri membuat santri akan belajar bagaimana adab atau tata krama antara murid dengan guru.
Selain itu guru dalam ngaji sorogan juga memiliki standar yang berbeda-beda antara satu murid dengan murid lainnya sesuai kemampuan pribadi santri, ada yang satu maqra', lebih atau juga kurang dari satu maqra'.
Hal tersebut juga merupakan pencerminan dari sila kelima
“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dimana kita diharuskan untuk berbuat adil dengan sesama seperti Firman Allah swt dalam QS. Al-maidah ayat 8 “...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…”.
Lalu dalam sila ketiga “Persatuan Indonesia”
Selain mengajarkan tentang hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman) kita juga diajarkan untuk saling menghormati perbedaan seperti terangkum QS. Al-Hujurat ayat 13 “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal...” Dalam budaya ngaji sorogan kita diajarkan untuk saling menjaga dan juga menghormati setiap kemampuan teman yang berbeda, karena kita tidak boleh membanding-bandingkan teman yang memiliki kemampuan lebih dengan teman yang kurang.
Kemudian dalam sila Keempat
Kita dianjurkan untuk bermusywarah atau berdiskusi seperti Firman Tuhan dalam QS.Ali Imran ayat 159 “...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah…”. Terkadang dalam budaya ngaji sorogan akan terdapat diskusi kecil mengenai suatu permasalahan baik antara murid dengan guru ataupun kelompok kecil, dimana para santri bisa dengan kreatif mengutarakan pendapatnya masing-masing dengan tetap saling menghormati pendapat satu sama lain.
Penutup
Bagaimana rekan- rekanita, Ternyata tidak hanya mengaji saja yang kita dapatkan, tetapi kita juga bisa mengamalkan nilai-nilai luhur dalam setiap sila Pancasila. Jauh sebelum Pancasila dirumuskan ternyata budaya mengaji sistem sorogan sudah mengandung banyak sekali pengajaran-pengajaran, karena hakikatnya nilai-nilai luhur pancasila diambil dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia itu sendiri.
Narasumber : Ust. H. Fathullah
Redaksi : Muhammad Irfan Ardiansyah
Terus ikuti kami untuk info info terbaru di
IG : IPNU IPPNU Nolokerto dan
Youtube : Media IPNU IPPNU Nolokerto TV
Salam 3B
Belajar, Berjuang, Bertaqwa
0 Komentar